No
|
Ciri-Ciri
Puisi Angkatan ’70-‘80
|
Ciri-Ciri
Puisi Angkatan 2000
|
|
1
|
Kata-kata dari bahasa
daerah banyak dipergunakan untuk memberi efek kedaerahan dan efek ekspresif.
Contoh:
Senjakala
Gunung Merapi
Samar sudah mengatup batas senja
Malam bagai gadis mengurai rambutnya
Hitam : mencipta bayang-bayang dibalik bulan
Berlindung aman kelam, kabut bersidekap dahan
Menanjaklah jalan ini, langkah ku ayun jua
Gerimis jatuh di belahan tanah utara
Dikampung, kata orang, rumah terakhir
Mendesak segera, dihatimu, membujuk hadir.
Bukan, bukan salju turun disana
Dipuncak : lahar melelehkan duka
Senyap menyelimuti kabut, tanpa sapa
Sebelum beku lereng-lereng gunung terlupa
Kusilang ngungun, hari membilang tahun
ditelapak menyidem : angan bergantung
“selamat malam”, kelengangan panjang
Pijar tatit sekejap, tabir tersingkap, hilang….
(Langit Kelabu, 1980)
|
Pilihan kata diambil
dari bahasa sehari-hari
Contoh :
Legenda
Joko tarub tidak menemukan gaun para dewi
Dari balik kaca ray-ban ia bahkan
Tak bisa lihat pelangi
Sedang dari atas baby-ben sangkuriang jatuh cinta pada
mariem belina
Dan raja-raja mencari nyai suzzana
Zaman telah lalu
Tapi kini dan lampau hanya waktu
(angkatan
2000,2001)
|
|
2
|
Gaya bahasa
paralelisme dikombinasi dengan gaya bahasa hiperbola dan enumerasi
dipergunakan penyair untuk memperoleh efek pengucapan maksimal, tipografi di
eksploitasi secara sugestif dan kata-kata nonsense dipergunakan dan diberi
makna baru.
Contoh:
Aroma Maut
Berapa jarak antara hidup dan mati, sayangku
Barang kali satu denyut lepas, o, satu denyut lepas
Tepat saat tak jelas terbatas-batas, sayangku
Segalanya terhempas, o, segalanya terhempas !
(laut masih berombak, gelombangnya entah kemana-mana
Angin masih kembali nberhembus, topannya entah keman,
Bumi masih beredar, getarnya sampai kemana ?
Semesta masih belantara, sunyi sendiri, keman ?)
Berapakah jarak antara hidup dan mati, sayangku ?
Barang kali hilir mudik di suatu titik
Tumpang – tindih merintih dalam satu nadi, sayangku :
Sampai tetes embun pun selesai, tak menetik !
(gelombang lain datang begitu lain.
Topan lain datang begitu lain.
Getar lain datang begitu lain.
Sunyi lain begitu datang sendiri tak bisa lain !)
(Wajah
kita,1981)
|
Selaras dengan bentuk
tipografi baru,banyak diciptakan puisi dengan corak bait baru atau “nirbait”
(tidak menggunakan system pembuatan bait-bait)
Contoh:
Wahai diri yang memasung hati
Kulihat ketidak benaran itu
Apakah aku harus diam?
Wahai diri yang memasung hati
Kulihat banyak kebohongan disana
Apakah aku harus bersabar?
Wahai diri yang sudah terpasung hatinya Mengapa kau tak melihat kebohongan itu? Mengapa kau tutupi ketidakbenaran itu? Mengapa kau tutup mata dan menulikan telingamu? Akankan kau korbankan mereka yang lain Demi diri yang sudah terpasung hati
Menutup matamu akan kebohongan?
Mematikan hatimu menutupi kebenaran?
Akankah kau matikan lentera hatimu
Demi diri yang sudah terpasung hati
Wahai penggenggam semua hati
Kau tahu..apa yang bergolak dihati
ini
Ku tak mampu..membuka kebohongan
Dengan dirinya yang sudah terpasung
hati
Wahai penggenggam semua hati
Biarlah hatiku saja yang terlepas
dari pasungannya
Biarlah kediaman ini..menjadi
penyelamat diri dan hati ini
Karena ku tak mampu..melepaskan
pasung
Pada diri yang sudah terpasung hatinya
(2005)
|
|
3
|
Puisi-puisi imajisme
banyak ditulis, dalam puisi imajis banyak digunakan khiasan, alegari, ataupun
parable.
Contoh:
Sajak Sikat Gigi
Seorang lupa menggosok giginya sebelum tidur
Di dalam tidurnya ia bermimipi
Ada sikat gigi mengosok-gosok mulutnya supaya terbuka.
Ketika ia bangun pagi hari
Siskat giginya tinggal sepotong
Sepotong yang hilang itu agaknya
Tersesat di dalam mimpinya dan tak bisa kembali
Dan ia berpendapat bahwa kejadian itu terlalu
berlebih-lebihan
(1974)
|
Penggunaan estetika
baru yang disebut “antromorfisme” (gaya bahsa berupa penggantian tokoh
manusia sebagai “aku lirik” dengan benda-benda)
Contoh:
Hati
Semua
sisi telah kau pakai uuntuk kau sakiti
Kalau
kau datang lagi
Aku
tak apa
Yang
aku Tanya
Dari
sebelah mana lagi kau akan melubanginya
(2011)
|
|
4
|
Banyak kata-kata tabu
yang digunakan baik dalam konteks puisi main-main, puisi protes, puisi
pamflet, maupun puisi konkret
Contoh
:
Biarin
Kamu
bilang hidup ini brengsek.Aku bilang biarin
Kamu
bilang hidup ini nggak punya arti. Aku
bilang biarin
Kamu
bilang aku nggak punya kepribadian.Aku bilang biarin
Kamu
bilang aku nggak punya pengertian.aku bilang biarin
Habisnya,terus
terang saja, aku nggak percaya sama kamu
Tak
uah marah, aku tahu kamu orangnya sederhana
Cuma
karena kamu merasa asing saja makanya kamu selalu bilang seperti itu
Kamu
bilang aku bajingan.aku bilang biarin
Kamu
bilang aku perampok.Aku bilang biarin
Soalnya
kalau aku nggak jadi bajingan mau jadi apa coba, lonthe?
Aku
laki-laki.Kalau kamu nggak suka kepadaku sebab itu
Aku
rampok hati kamu.Toh nggak ada yang perampok di dunia ini. Iya nggak>
kalau nggak peryaca Tanya saja pada polisi
Habisnya,
kalau nggak bilang begitu mau apa coba
Bunuh
diri? Itu lebih brengsek daripada membiarkan hidup ini berjalan seperti kamu
sehari sekarang ini
Kamu
bilang itu melelahkan.Aku bilang biarin
Kamu
bulang itu menyakitkan
(Sajak
Sikat gigi, 1974)
|
Puisi-puisi
profetik (keagamaan/religius) dengan kecenderungan menciptakan penggambaran
yang lebih konkret melalui alam, rumput atu daun-daun
Contoh:
di taman zikir, taman doa, taman nafasku
di tengah perempuan-perempuan cahaya
aku menjaga dengan airmata
nyala masa yang tersisa
demi hasrat abadi itu
biarkan, Kekasih
kupenuhiku denganMu
berharap jadi mawarMu
jadi lautMu
tanpa kenal kata "sampai ajal"
sungguh,
telah Kau fanakan diriku, Kekasih
tapi tidak cintaku padaMu
sebab di taman zikir, taman doa
taman nafasku
cinta kita, Kekasih
adalah baqa
(2000)
|
|
5
|
Banyak ditulis puisi
lugu yang mempergunakan ungkapan gagasan secara polos dengan kata-kata
serebral dan kalimat biasa yang polos.
Contoh:
Sajak Sikat Gigi
Seorang lupa menggosok giginya sebelum tidur
Di dalam tidurnya ia bermimipi
Ada sikat gigi mengosok-gosok mulutnya supaya terbuka.
Ketika ia bangun pagi hari
Siskat giginya tinggal sepotong
Sepotong yang hilang itu agaknya
Tersesat di dalam mimpinya dan tak bisa kembali
Dan ia berpendapat bahwa kejadian itu terlalu
berlebih-lebihan
(1974)
|
Kritik sosial juga
masih muncul dengan lebih keras karena kekuasaan orde baru dan
ketidakmenentuan situasi di tahun 2000-an
Contoh
:
Rumah
Istimewa
Rumah ini
berwarna hitam
Tanpa
pintu, tanpa jendela, dan tanpa kaca
Alasnyapun
tak lebih tebal dari selembar kertas basah
Ruangan
ini begitu besar, hingga ku tak mampu melihat batas dan sudut ruang
Di sini ku
bisa meraih bintang,
Menghitungnya
dengan jemariku
Meskipun
aku tak pernah tahu berapa banyak bintang yang telah ku hitung
Aku selalu
tidur bersama bulan dan bintang
Lalu ku
bermimpi mereka kan membawaku pergi ke peraduannya
Terkadang
aku juuga bermimpi tidur di kasur yang empuk seperti mereka yang kaya akan uang hasil korupsian
Juga
bermimpi makan daging, ikan, dan roti
seperti penguasa negeri yang tak pernah henti memakan hak rakyat
Tapi tidur
bersama bintang tak membuat Tuhan murka terhadapku
Tidur
bersanding bulan juga tak membuat Tuhan memusuhiku
Tidur
beralas tanah juga tak kan membuat diriku yang hina dimata kaum besar menjadi
hina di mata Tuhan
(2012)
|
Sunday, January 20, 2013
Perbedaan puisi angkatan ’70-’80 dengan puisi angkatan 2000, beserta contohnya
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment