Monday, April 21, 2014

Kerjaan Alit di Kaki Langit

 Air matamu, tak kan mampu hapuskan derita rakyatmu tuan.
Kaki yg seharusnya berpijak,
mengapa tak bisa menapak?
Dosa siapa?
Dosa kami, dosamu atau ?
Sudahlah.
Saat rasa dahaga tak lagi terobati oleh air yg mengalir dibawah tahtamu,
saat itulah ku kan beranjak dari tanahmu.
Kemudian kan ku dirikan sebuah kerajaan alit di kaki langit.
Tahta murni yg kupersembahkan bagi rakyatmu.
Ini kerajaan.
Bukan istana.



:kerjaan alit di kaki langit:

Wednesday, July 24, 2013

Sinonimi (Semantik)



A.                   PENDAHULUAN

Secara umum hubungan antara satu makna dan makna yang lain secara leksikal dibedakan atas sinonim/sinonimi, antonym/antonimi, penjaminan makna, hipernimi dan hiponim,homonimi, dan polisemi . Selama ini pembahasan dan analisis tentang makna kurang dikaitkan dengan perpikiran dan pemikiean manusia pemakai bahasa. Bahasa merupakan sarana perpikiran manusia secara empiris. Kaitan antara perpikiran dan perbahasaan atau berbahasa dan berpikir sangat erat atau sama sekali tidak dapat dilepaskan (Parera,2004 : 60-61) . Dalam setiap bahasa, termasuk bahasa Indonesia, sering kali kita temui adanya hubungan kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa lainya dengan kata atau satuan bahasa lainya lagi (Chaer, 2009: 83).Dalam makalah ini akan dibicarakan mengenai hubungan atau relasi makna yang menyangkut hal kesamaan makna (sinonimi) dengan tujuan dapat mendiskripsikan hubungan relasi makna dalam hal kesamaan makna (sinonimi).

B.                     PEMBAHASAN

1.      Pengertian Sinonimi

Istilah sinonimi (Inggris: synonomy berasal dari bahasa Yunani Kuno ; onoma = nama dan syn = dengan). Makna harfiahnya adalah nama lain utuk benda yang sama. Untuk mendefinisikan sinonim, ada tiga batasan yang dapat di kemukakan. Batasan atau definisi itu ialah: (i) kata-kata dengan acuan ekstra linguistik yang sama, misalnya kata mati dan mampus; (ii) kata-kata yang mengandung makna yang sama, misalnya kata memberitahukan dan kata menyampaikan; dan (iii) kata-kata yang dapat disubtitusikan dalam konteks yang sama misalnya “ kami berusaha agar pembangunan berjalan terus. “, “ kami berupaya agar pembangunan berjalan terus.” Kata berupaya bersinonim dengan kata berusaha (Pateda, 2010: 222-223). Sering dikatakan bahwa kata-kata yang sinonim memiliki makna yang “sama”, dengan hanya bentuk-bentuk yang berbeda (Verhaar,2010 : 394). Sinonim adalah kata-kata yang mengandung makna pusat yang sama tetapi berbeda dalam nilai rasa. Atau secara singkat sinonim adalah kata-kata yang mempunyai denotasi yang sama tetapi berbeda dalam konotasi . Sinonim tidak hanya menolong kita untuk menyampaikan gagasan-gagasan umum tetapi juga membantu kita untuk mrmbuat pembedaan-pembedaan yang tajam dan tepat antara makna kata-kata itu ( Tarigan,1993:17).
2.      Kemunculan Sinonimi

Bagaimanapun juga kehadiran sinonimi perlu diakui dalam analisis semantik. Ini berarti tidak terdapat dua kata yang maknanya memang merujuk kepada ide atau referen yang sama persis. Akan teteapi dalam pemakaian bahasa sering dijumpai pula keinginan pemakai bahasa untuk mengganti satu kata yang lain yang maknanya kurang lebih mirip sama sebagai variasi atau juga sebagai ciri kebebasan berbahasa.Pertanyaan yang masih perlu dijawab ialah mengapa muncul sinonimi?
a.       Sinonimi Muncul antara Kata Asli dan Kata Serapan
Salah satu ciri serapan ialah serapan kata yang bermakna sama dengan kata bahasa penyerap. Bahasa Indonesia mengalami proses serapan dengan ciri sinonimi. Misalnya kata serapan aktifitas  bersinonim dengan kegiatan, kata serapan kompetensi bersinonim dengan kemampuan. Kata-kata serapan tersebut dipakai secara bergantian dengan kata-kata asli tanpa membawa perbedaan makna bergantung kepada selera dan pengetahuan pemakai bahasa. Secara semantic kata-kata tersebut tidak berbeda.
b.      Sinonimi Muncul antara Bahasa Umum dan Dialek
Serapan intabahasa terjadi antara dialek dan bahasa-bahasa umum dan bahasa standar. Bahasa Indonesia yang mengenal beberapa dialek mengalami penyerapan makna sinonimi intrabahasa. Misalnya, sinonimi antara cabe dan lombok,kayak dan seperti.
c.       Sinonimi Muncul untuk Membedakan Kata Umum dan Kata Ilmiah
Pemunculan sinonim antara kata umum dan istilah ditunjukan untuk memebrikan pembatasan yang jelas atau definisi terhadap sebuah kata.Kata-kata dalam ilmu teknik/teknologi dan ilmu kedokteran pada umumnya menghadirkan sinonimi antara kata umum dan kata istilah. Kata umum contoh disinonimkan secara istilah sampel.
d.      Sinonim Muncul antara Bahasa Kekanak-kanakan dan Bahasa Orang Dewasa.
Untuk memudahkan pemahaman munculah penyinoniman bahasa anak-anak dengan bahasa orang dewasa. Salah satu ciri bahasa anak-anak ialah pengulangan suku kata. Misalnya papa, mama,mamam,mimi.
e.       Sinonimi Muncul untuk Kerahasiaan
Untuk kerahasiaan dapat saja dimunculkan kata-kata rahasia untuk instansi pengamanan tertentu (intel), dalam profesi, antargeng, dan antar remaja.Misalnya kata bokap, nyokap,  bersinonim dengan kata ayah,ibu.
f.       Sinonim Muncul karena Kolokasi
Sinonimi muncul karena kolokasi yang terbatas. Suara yang dikeluarkan oleh binatang dikatakan dengan kata yang berbeda untuk merujuk “bersuara….”. Misalnya kuda meringkik, kucing mengeong. Kata indah dan cantik  bahasa Indonesia sinonimi,tetapi dibatasi kolokasinya. Kata indah sudah dihubungkan dengan keadaan alam. Sedangkan kata cantik  dihubungkan dengan manusia perempuan (Parera,2004 : 66-67).

Menurut Aminuddin, (2008: 116-117) ada lima cara yang dapat digunakan dalam menentukan kemungkinan adanya sinonim. Kelima cara yang dimaksud adalah:
1)                  Seperangkat sinonim itu mungkin saja merupakan kata-kata yang digunakan dalam dialek yang berbeda-beda. Kata pena dan rika dalam bahasa Jawa dialek Surabaya memiliki terjemahan kedalam bahasa Indonesia yang persis sama dengan koen atau kowe dalam bahasa Jawa dialek Malang. Akan tetapi, apabila dalam setiap dialek masing-masing kata tersebut memiliki makna dasar berbeda-beda, kata-kata tersebut tidak dapat ditentukan sebagai sinonim.
2)                  Suatu kata yang semula dianggap memiliki kemiripan atau kesamaan makna, setelah berada dalam berbagai pemakaian ada kemungkinan membuahkan makna yang berbeda-beda. Kata bisa dan dapat, misalnya, meskipun secara leksikal merupakan sinonim, dalam konteks pemakaian Saya nanti bisa datang dan Saya nanti dapat datang tetap pula dapat dianggap sinonom. Sewaktu berada dalam konteks pemakaian Bisa ular itu berbahaya, kedua kata tersebut tidak dapat lagi disebut sinonim.
3)                  Suatu kata, apabila ditinjau berdasarkan makna kognitif, makna emotif, maupun makna evaluatif, mungkin aja akhirnya menunjukkan adaya karakteristik tersendiri meskipun dalam pemakaian sehari-hari semula dianggap memiliki kesinoniman dengan kata lainnya. Bentuk demikian misalnya dapat ditemukan dalam pasangan kata ilmu dan pengetahuan, menamati, dan meneliti serta antara mengusap dengan membelai. Apabila hal itu terjadi, maka kata-kata yang semula dianggap sinonim itu harus dianggap sebagai kata yang berdiri sendiri-sendiri.
4)                  Suatu kata yang semula memiliki kolokasi sangat ketat, misalnya antara kopi dengan minuman, kencup dengan kembang, maupun pohon dengan batang, seringkali dipakai secara tumpang tindih karena masing-masingya dianggap memiliki kesinoniman. Hal itu tentu saja tidak benar karena masing-masing kata tersebut jelas masih memiliki ciri makna sendiri-sendiri. Sebab itu, pemakaian yang tumpang tindih dapat mengakibatkan adanya salah pengertian.
5)                  Akibat kekurangtahuan terhadap nilai makna suatu kata maupun kelompok kata, seringkali bentuk kebahasaan yang berbeda-beda begitu saja dianggap sinonim, misalnya antara bentuk kembali ke pangkuan ilahi dengan meninggalkan dunia kehidupan, antara merencanakan dengan menginginkan, serta antara gambaran dengan bayangan.
            Cara lain untuk membeda-bedakan kata-kata yang bersinonim adalah dengan menatanya dalam sebuah jajaran, di mana makna dan overtone pembedaannya akan tampak dengan kontras. Misalnya deretan kata yang berarti “keluar”, yakni : terbit, timbul, muncul,menyembul,keluar,nonggol, lahir (Ullman, 2009 :179).


3.      Faktor Penyebab Ketidakmungkinan Menukar Sebuah Kata yang Bersinonim

Kesinoniman makna atau kesinoniman simetris memang tidak ada dalam pembendaharaan kata bahasa Indonesia. Oleh karena itu, kata-kata yang dapat dipertukarkan begitu saja pun jarang ada. Pada suatu tempat kita mungkin dapat menukar kata kata mati dan kata meninggal; tetapi ditempat lain tidak dapat.
Ketidakmungkinan kita untuk menukar sebuah kata dengan kata lain yang bersinonim adalah banyak sebabnya. Antara lain, karena ;
1.      Faktor waktu
Misalnya hulubalang bersinonim dengan kata komandan. Namun, keduanya tidak mudah dipertukarkan karena kata hulubalang hanya cocok untuk situasi kuno, klasik, atau arkais. Sedangkan kata komanda hanya cocok untuk situasi masa kini (modern).
2.      Faktor tempat atau daerah
Misalnya kata saya dan beta adalah bersinonim. Tetapi kata beta hanya cocok untuk digunakan dalam konteks pemakaian bahasa Indonesia Timur (Maluku); sedangkan kata saya dapat digunakan secara umum di mana saja.
3.      Faktor sosial
Misalnya kata aku dan saya adalah dua buah kata yang bersinonim; tetapi kata aku hanya dapat di gunakan untuk teman sebaya dan tidak dapat di gunakan kepada orang yang lebih tua atau yang status sosialnya lebih tinggi.
4.      Faktor idang kegiatan
Misalnya kata tasawuf, kebatinan, dan mistik adalah tiga buah kata yang bersinonim. Namun, kata tasawuf hanya lazim dalam agama islam; kata kebatinan untuk yang bukan islam; dan kata mistik untuk semua agama.
5.      Faktor nuansa makna
Misalnya kata melihat, melirik, melotot, meninjau, dan mengintip adalah kata yang bersinonim. Kata melihat memang bisa digunakan secara umum; tetapi kata melirik hanya digunakan untuk menyatakan melihat dengan sudut mata; kata melotot hanya digunakan untuk melihat dengan mata terbuka lebar; kata meninjau hanya digunakan untuk melihat dari tempat jauh atau tempat tinggi; dan kata mengintip hanya cocok digunaka untuk melihat dari celah yang sempit (Chaer, 2009: 86-87).

4.      Perbedaan antara Makna Sinonimi

Ada beberapa perbedaan yang dapat diidentifikasi antara kata-kata yang bersinonimi.
a.       Perbedaan Makna Sinonimi Diakibatkan oleh Perbedaan Implikasi (Webster, dalam buku Parera, 2004:68)
Perbedan makna sinonimi dapat diakibatkan oleh perbedaan suatu implikasi  dapat dilihat dari kata remeh dan  sepele yang merujuk kepada “sesuatu yang tidak penting”. Namun kedua kata tersebut memiliki perbedaan yaitu kata sepele yang berimplikasi positif, sedangkan makna remeh yang berimplikasi negatif.
b.      Perbedaan Makna Sinonimi Diakibatkan oleh Perbedaan Aplikasi ((Webster, dalam buku Parera, 2004:68)
Perbedaan makna tersebut dapat dilihat dari perbedaan aplikasi antara kata nikmat, enak dan lezat. Kata nikmat dikenakan pada makanan, minuman , kehidupan, atau semua yang dapat memberikan kesenangan. Sedangkan kata enak dan lezat  hanya dikenakan pada makanan dan minuman.
c.       Perbedaan antara Makna Sinonimi Didasarkan pada Kelebihluasan Cakupan Makna yang Satu dari yang Lain (Webster, dalam buku Parera, 2004:69)
Perbedaan makna tersebut dapat dilihat pada kata mengerti dan memahami. Perbedaan ini dapat diuji bahwa seseorang dapat mengerti perkataan orang, tetapi belum tentu dia dapat memahami perkataan orang tersebut.
d.      Perbedaan antara Makna Sinonimi Didasarkan pada Asosiasi yang Bersifat Konotasi (Webster, dalam buku Parera, 2004:69)
Ciri perbedaan antara dua atau lebih kata yang bersinonimi yang didasarkan pada asosiasi konotatif terletak pada ciri konotasi posotif dan negatif. Makna kata rekam, merekam, rekaman, dan sadap, menyadap, sadapan (pengambilan suara atau bunyi dengan bantuan pita dan alat elektronik) terletak pada konotasi positif dan negatif. Rekam, merekam, rekaman bersifat positif dan lebih netral, sedangkan sadap, menyadap, sadapan cenderung bersifat negatif.
e.       Perbedaan antara Sinonimi Berdasarkan Sudut Pandang (Webster, dalam buku Parera, 2004:69)
Perbedaan antara makna sinonimi sudut dan segi didasarkan pada sudut pandang, Bentuk sudut dan segi yang dirujuk sama, tetapi bentuk sudut dilihat dari dalam dan segi dilihat dari luar. Penyebutan segi tiga didasarkan pada pandangan dari luar, sedangkan sudut dipandang dari dalam. Misalnya sebuah segi tiga  mempunyai tiga sudut.
Di dalam beberapa buku pelajaran bahasa sering dikatakan bahwa sinonim adalah persamaan kata atau kata-kata yang sama maknanya. Pernyataan ini jelas kurang tepat sebab selain yang sama bukan maknanya, yang bersinonimpun bukan hanya kata dengan kata, tetapi juga banyak terjadi antara satuan-satuan bahasa lainnya. Perhatika contoh berikut!
a.                  Sinonim antara morfem (bebas) dengan morfem (terikat), seperti antara dia dengan nya, antara saya dengan ku dalam kalimat
1.    Minta bantuan dia
Minta bantuannya
2.    Bukan teman saya
Bukan temanku
b.                  Sinonim antara kata dengan kata seperti antara mati dengan meninggal; antara buruk dengan jelek; antara bunga dengan puspa, dan sebagainya.
c.                   Sinonim antara kata dengan frase atau sebaliknya. Misalnya antara meninggal dengan tutup usia; antara hamil dengan duduk perut; antara pencuri dengan tamu yang tidak diundang; antara tidak boleh tidak dengan harus.
d.                  Sinonim antara frase dengan frase. Misalnya, antara ayah ibu dengan orang tua; antara meninggal dunia dengan berpulang ke rahmatullah; antara mobil baru dengan mobil yang baru. Malah juga antara baju hangat dengan baju dingin.
e.                   Sinonim antara kalimat dengan kalimat. Seperti adik menendang bola dengan Bola ditendang adik. Kedua kalimat ini pun dianggap bersinonim, meskipun yang pertama kalimat aktif dan yang kedua kalimat pasif (Chaer,2009 : 87-88).
Akhirnya, mengenai sinonim ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, tidak semua kata dalam bahasa Indonesia mempunyai sinonim. Misalnya kata beras, salju, batu, dan kuning, tidak mempunyai sinonim. Kedua, ada kata-kata yang bersinonim pada bentuk dasar tetapi tidak dalam bentuk jadian. Misalnya kata benar dengan kata betul, tatapi kata kebenaran tidak bersinonim dengan kata kebetulan. Ketiga, ada kata-kata yang tidak mempunyai sinonim pada entuk dasar tetapi memiliki sinonim pada bentuk jadian. Misalnya kata jemur tidak mempunyai sinonim tetapi kata menjemur ada sinonimnya, yaitu mengeringkan; dan berjemur bersinonim dengan panas. Keempat, ada kata-kata yang dalam arti “sebenarnya” tidak mempunyai sinonim, tetapi dalam, arti “kiasan” justu mempunyai sinonim. Misalnya kata hitam dalam makna “sebenarnya” tidak ada sinonimnya, tapi dalam arti “kiasan” ada sinonimnya, yaitu gelap, mesum, buruk, jahat, dan tidak menentu (Chaer, 2009: 88).

C.                KESIMPULAN
 Sering dikatakan bahwa kata-kata yang sinonim memiliki makna yang “sama”, dengan hanya bentuk-bentuk yang berbeda (Verhaar,2010 : 394). Munculnya sinonimi disebabkan oleh beberapa hal yaitu sinonimi muncul antara kata asli dan kata serapan,sinonimi muncul antara bahasa umum dan dialek,sinonimi muncul untuk membedakan kata umum dan kata ilmiah,sinonim muncul antara bahasa kekanak-kanakan dan bahasa orang dewasa., sinonimi muncul untuk kerahasiaan, sinonim muncul karena kolokasi (Parera,2004 : 66-67).
Menurut Aminuddin, (2008: 116-117) ada lima cara yang dapat digunakan dalam menentukan kemungkinan adanya sinonim. Kelima cara yang dimaksud adalah: (1) Seperangkat sinonim itu mungkin saja merupakan kata-kata yang digunakan dalam dialek yang berbeda-beda, (2) Suatu kata yang semula dianggap memiliki kemiripan atau kesamaan makna, setelah berada dalam berbagai pemakaian ada kemungkinan membuahkan makna yang berbeda-beda,(3) Suatu kata, apabila ditinjau berdasarkan makna kognitif, makna emotif, maupun makna evaluatif, mungkin aja akhirnya menunjukkan adaya karakteristik tersendiri meskipun dalam pemakaian sehari-hari semula dianggap memiliki kesinoniman dengan kata lainnya,(4) Suatu kata yang semula memiliki kolokasi sangat ketat, misalnya antara kopi dengan minuman, kencup dengan kembang, maupun pohon dengan batang, seringkali dipakai secara tumpang tindih karena masing-masingya dianggap memiliki kesinoniman,(5) Akibat kekurangtahuan terhadap nilai makna suatu kata maupun kelompok kata, seringkali bentuk kebahasaan yang berbeda-beda begitu saja dianggap sinonim.
Ketidakmungkinan kita untuk menukar sebuah kata dengan kata lain yang bersinonim adalah banyak sebabnya. Antara lain, karena faktor waktu,faktor tempat atau daerah, faktor sosial, faktor bidang kegiatan, faktor nuansa makna (Chaer, 2009: 86-87). Ada beberapa perbedaan yang dapat diidentifikasi antara kata-kata yang bersinonimi yaitu Perbedaan Makna Sinonimi Diakibatkan oleh Perbedaan Implikasi , Perbedaan Makna Sinonimi Diakibatkan oleh Perbedaan Aplikasi , Perbedaan antara Makna Sinonimi Didasarkan pada Kelebihluasan Cakupan Makna yang Satu dari yang Lain, Perbedaan antara Makna Sinonimi Didasarkan pada Asosiasi yang Bersifat Konotasi , dan Perbedaan antara Sinonimi Berdasarkan Sudut Pandang (Webster, dalam buku Parera, 2004 :68-69).


DAFTAR PUSTAKA

Aminudin.1985. Semantik.Bandung : Sinar Baru Algensindo
Chaer,Abdul.2009.Pengantar Semantik Bahasa Indonesia.Jakarta: Rineka Cipta
Parera,J.D.2004.Teori Semantik.Jakarta:Erlangga
Pateda,Mansoer.2010.Semantik Leksikal.Jakarta:Rineka Cipta
Tarigan,Henri Guntur.1993.Pengajaran Semantik.Bandung:Angkasa
Ullman, Stephen.2009.Pengantar Semantik.Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Verhaar,J.W.M.2010.Asas-Asas Linguistik Umum.Yogyakarta:Gadjah Mada University Press
















Tuesday, April 2, 2013

Hikayat Mahabarata


BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Hikayat yaitu cerita kuna sejenis roman bahasa melayu yang penuh dengan khayal. Isinya menceritakan kehidupan putera raja yang gagah perkasa beserta putri yang cantik molek. Biasanya juga dimulai dengan menceritakan nenek moyang mereka yang berasal dari dewa-dewa dari kayangan. Lukisan peristiwa-peristiwa dipentingkan, dan diceritakan secara mengagumkan berhubungan dengan kesakitan dan pengalaman-pengalam yang penuh bahaya. Pada umumnya berakhir dengan pertemuan antara putra raja dengan kekasihnya, yang setelah kawin lalu memerintah kerajaan yang makmur. Dalam hikayat banyak mengandung anasir asing yang dijalinkan, sehingga terdapat lukisan kemelayuan, dewa-dewa hindu, dan nabi-nabi Islam.[1] . Misalnya saja hikayat Mahabarata, Hikayat Ramayana, Hikayat Sri rama dan masih banyak lagi.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang Hikayat Mahabarata:Epos India dalam kesusastraan melayu lama.

B.     Rumusan Masalah
1.      Siapakah pengarang cerita Mahabarata?
2.      Ulaskan secara singkat cerita Mahabarata?
3.      Bagaimana silsilah keluarga Bharata?
4.      Jelaskan bagian-bagian cerita Mahabarata?
5.      Apa pengaruh cerita Mahabara bagi bangsa Indoesia?
6.      Apa saja nilai-nilai yang terkandung dalam cerita Mahabarata?


C.     Tujuan
1.      Mengetahui siapa pengaran cerita mahabarata.
2.      Mengetahui secara ringkas cerita Mahabarata
3.      Mampumengetahui silsilah keluarga Bharata
4.      Mampu memahami bagian-bagian yang terdapat dalam cerita Mahabarata.
5.      Mampu mengetahui pengaruh cerita Mahabarata pada bangsa Indonesia.
6.      Mengetahui nilai-nilai yang terkandung di dalam cerita Mahabarata.





BAB II
PEMBAHASAN

A.             Pengarang dan Sejarah Hikayat Mahabarata

Menurut pendapat umum wiracarita ini dikarang oleh seorang pendeta bernama Wyasa. Tetapi oleh ilmu sejarah pendapat itu tak dapat dibenarkan, karena mengingat:
a.              Pertumbuhan wiracarita ini kurang lebih 800 tahun (dari 400 s.M sampai 400 M).
b.               Besar wiracarita ada 100.000 seloka (seloka ialah sajak dua baris seuntai dan tiap baris terdiri dari 16 suku kata).
Oleh karena itu sukar untuk menyatakan dengan pasti bahwa Wyasa itu penciptanya. Mungkin Wyasa itu hanya penyusun saja. [2]Dikatakan pula, Wyasa itu nenek dari kaum Kurawa dan Pandawa; yang kurang masuk akal bila usianya sampai 800 tahun. Kesimpulan terakhir yang dapat diambil adalah Wyasa sebagai compulator (pengumpul) . Nama lengkap compulator tersebut ialah Wyasa Krisna Dwipayana.[3]
Buku yang disusun oleh Wyasa dan merupakan sebuah epos/wiracerita, yakni cerita tentang kehidupan pahlawan, yang pertumbuhannya dan perkembangannya berlangsung kira-kira 800 tahun, yakni dai tahun 400 sebelum Masehi hingga tahun 400 sesudah masehi. Epos Mahabarata terdiri atas 100.000 seloka (tiap seloka terdiri atas dua baris dan tiap baris terdiri atas 16 suku kata) dan terbagi atas 18 jilid (parwa), sehingga mahabarata dinamai pula Astadasaparwa. Epos Mahabarata mula-mula disadur ke dalam bahasa Jawa pada tahun 1000, yakni zaman pemerintahan raja Darma wangsa; baru kemudian pada abad ke-15 disadur ke dalam bahasa Melayu dengan huruf Jawi.[4] Nama lengkap buku itu sebetulnya : Mahabarata Yuddha. Mahabarata berbahasa Indonesia dikeluarkan oleh Balai Pustaka.[5]

B.              Sinopsis Mahabarata
Kerajaan Astinapura diperintah oleh Santanu. Sewaktu akan kawin dengan Satyawati, Bhisma bersumpah tidak akan kawin-kawin. Dari perkawinan raja dengan Saryawati lahir Wicatrawirya dan Citrarangga yang keduanya mati muda. Satyawati minta supaya Bhisma bersedia kawin dengan Ambika (istri saudara tirinya), tetapi ditolaknya demi janjinya dulu. Dalam perkawinanya mula-mula Satyawati lahirlah Vyasa. Akhirnya Vyasah yang kawin dengan Ambika dan Ambilika. Dari Ambilika lahir putra yang dinamai Destarasta (buta). Dari Ambilika putranya pandu. Karena abangnya buta, Pandulah yang menjadi raja. Setelah pandu meninggal Destarastralah yang mendidik anak-anak Pandu, yaitu Yudistira, Bhisma, dan Arjuna (ketiga anak pandu dengan Kunti), Nakula dan Sadewa (kedua anak Pandu dengan Madri); disamping mendidik anak-anaknya yang beratus orang itu. Sebagai pendidik anak-anak tersebut Destrarastra menyerahkan tugas itu kepada Durna (mamak Kurawa). Kurawa, yaitu nama keluarga untuk anak-anak Destarastra, sedangkan Pandawa adalah nama keluarga untuk keturunan Pandu. Durna nampaknya menganaktirikan Pandawa. Sebab itu Pandawa melaporkanya kepada Destarata, berkali-kali penjudian diadakan untuk menentukan siapa yang harus memiliki kerjaan ngastinapura. Karna dalam perjudian Kurawa selalu mendapat isyarat dari Durna, selalulah Kurawa yang menang. Akibatnya Kurawalah yang memiliki ngastinapura dam Pandawa harus dibung ke dalam hutan. Di dalam hutan itu pandawa memuat pondok. Atas perintah Duryudana pondok mereka dibakar, tetapi Pandawa dapat menyelamatkan diri.  Dalam pada itu Pandawa kesasar ke suatu negri yang sedang mengadakan sayembara untuk memilih menantu raja. Siapa yang bisamenembus sampai empat puluh buah daun lontar, dialah yang diambil sebagai menantu. Kebetulan Pandawalah yang bisa dan dia diambil menjadi menantu raja. Terbetiklah berita ini kepada Kurawa, lalu diserangnya kerajaan Pandawa. Tetapi apa lacur si penyerang mengalami kekalahan. Pandawa akhirnya merebut haknya atas kerajaan ngastinapura. Terjadilah pertempuran hebat di padang Kuruksetra. Pandawa dibantu oleh Kresna (penjelmaan Wisnu). Disini terjadi dialok antara Kresa sebagai guru dan Arjuna sebagai murid, yang sangat banyak mengandung filsafat kehidupan. Inilah bahagian mahabarata yang paling indah. Arjuna pada mulanya ragu-ragu, kemudian bangkit lagi semangatnya. Banyak orang bertangisan melihat korban akibat keganasan perang dan akhirnya timbulah penyesalan. Pahlawan-pahlawan yang telah gugur semuanya dibakar. Sebulan lamanya mereka membersihkan diri. Yudistira menolak tawaran untuk menjadi raja dan dia sendiri meminta Arjuna bersedia menjadi raja, tetapi Arjuna menolak. Akhirnya Yudistira menjadi raja dan kembalilah Pandawa memegang pemerintahan. Mereka sudah pernah mendapat wejangan soal kebatinan dan kewajiban raja. Kemudian diadakan selamatan asuameda, kerajaan tambah luas. Silih berganti pembesar-pembesar pergi bertapa ke hutan dan tahta kerajaan diserahkan kepada Pariksit (putra Abimayu). Akhirnya sebatangkaralah Yudistira, karena semua saudara habis meninggal. Yudistira dijemput bersama anjingnya ke surga. Yudistira langsung di bawah ke Indraloka. Pandawa setelah mengalami persucian lalu masuk ke surga. Kurawa dari surga di masukan ke neraka dalam jangka waktu yang tidak ditentukan. [6]
C.            Silsilah Keluarga Bharata
                                  Dewi Gangga + Syantanu + Setyawati + Parasyara
                                  Bhisma                                                            Wyasa


Ambika + Citarnggada + Ambika                                        Ambika + Wicitrawira + Ambalika
                 ( meninggal)                                                                           ( meninggal)

                                         Ambalika + Wyasa + Ambika

                                                          Widura                       
                                                                                              Drestarastra + Gandri
Dewa Surya + Kunti + Pandu + Madrim                            
                                                                                                          100 Kurawa
 Karna           1. Yudistira (dari
                          Dewa Brahma)             4. Nakula
                      2. Bhima ( dari                 5. Sadewaa
                          Dewa Wayu)
                      3. Arjuna ( dari
                          Dewa Indra)[7]

D.             Bagian-Bagian Mahabarata

Cerita Mahabarat yang besarnya 100.000 seloka itu terbagi dalam 18 bagian, yang tiap-tiap bagian disebut parwa.
1.      Adiparwa
Menceritakan kehidupan Pandawa dan Kurawa pada waktu masih anak-anak.
2.      Sabhapaarwa
Menceritakan perjudian Yudhistira yang mempertaruhkan negerinya sehingga kalah.
3.      Wanaparwa
Isinya menceritakan pengembaraan Pandawa selama dua belas tahun dalam hutan setelah dikalahkan oleh Kurawa dalam perjudian yang dilakukan secara curang
4.      Wirataparwa
Isinya menceritakan penghambatan diri Pandawa di istana dengan menyamar.
5.      Udyogaparwa
Isinya menceritakan usaha perundingan kresna dengan Kurawa, tetapi gagal.
6.      Bismaparwa
Isinya menceritakan pertempuran selama sepuluh hari yang pertama dalam perang baratayuda antara Pandawa dan Kurawa yang dipimpin oleh Bisma. Bisma kemudian gugur dalam pertempuran itu oleh Srikandi.
7.      Dronoparwa
Isinya menceritakan peperangan pada hari kesebelas sampai pada hari yang ke limabelas. Dalam pertempurannya itu Drona tewas.
8.      Karnaparwa
Isinya menceritakan gugurnya Gatokaca oleh Karna dengan senjata kunta dan gugurnya arna oleh Arjuna dengan senjata pasopati
9.      Salyaparwa
Isinya menceritakan pertempuran terakhir pada hari yangt ke delapan belas. Dalam pertempuran itu raja Salya yang menjadi panglima Kurawa gugur kena senjataYudhistira yang bernama kalimasada. Peperangan berahir dengan kemenangan di pihak Pandawa.

10.  Sauptikaparwa
Isinya menceritakan serangan pada malam hari yang dilakukan eluarga Kurawa secara tiba-tiba sehingga menewaskan seluruh keluarga Pandhawa, kecuali kelima orang Pandawa, Kresna dan Draupadi.
11.  Striparwa
Isinya menceritakan ratap tangis kaum puteri melihat dan mengenang malapetaka yang telah terjadi akibat baratayuda.
12.  Santiparwa
Isinya menceritakan cerita sisipan pula yang tidak ada hubungannya dengan cerita induk.
13.  Anucasanaparwa
Isinya menceritakan cerita sisipan pulayang diambil dari buku-buku kaum brahma.
14.  Acwamedikaparwa
Isinya menceritakan Yudhistira mengadakan persembahan kurban kuda setelah selesai baratayuda.
15.  Acramawasikaparwa
Isinya menceritakan hal Destarastra yang karena kekecewaan hatinya bertekad meninggalkan kerajaan untuk memulai hidup bertapa di hutan.
16.  Mauslaparwa
Isinya menceritakan kejadian di kerajaan Dwarawati. Samba, anak laki-laki kresna, berpura-pura hamil, kemudian berusaha mendatangkan dewa untuk menanyakan apakah anak yang dikandungnyaakan melahirkan laki-laki atau perempuan. Mendengar pertanyaan itu dewa menjadi marah karena merasa dipermainkan. Kemudian dewa menjawab bahwa Samba tidak akan melahirkan manusia, tetapi akan melahirkan gada (tongkat besi) yang akan menghancuran dan memusnahkan rakyat Dwarawati. Karena itu setelah gada lahir,gada itu di lumatkan dan rakyat beramai-ramai membuangnya ke laut, yang menyebabkan air laut menjadi beracun. Pada waktu rakyat Dwarawati berpesta di tepi pantai, merea menjadi mabuk karena minum air laut. Dalam keadaan mabuk itu mereka saling berpukul, yang mengakibatkan kematian dan habisnya rakyat kerajaan Dwarawati. Melihat kemusnahan rakyatnya, Kresna yang menjadi raja Dwarawati menajdi bersedih hati kemudian bertekad  mengundurkan diri dari kerajaan, kembali sebagai dewa Wisnu.
17.  Mahaprastanikaparwa
Isinya menceritakan suasana Pandawa bersama –sama Draupadi memasuki hutan menuju surga. Dalam perjalanan itu Draupadi meninggal karena terlalu mencintai Arjuna. Kemudian meninggal pula Sahadewa karena kecongkakanya, yang disusul Nakula. Setelah itu Arjuna meninggal. Werkodara pun meninggal karena terlalu besar mulut dan tak pandai menimbang rasa, akhirnya tinggalah Yudistira bersama anjingnya yang masih hidup. Dengan pertolongan dewa Indera, ia pun dapat masu surga, kecuali anjingnya. Tetapi Yudistira tidak mau berpisah dengan anjingnya, akhirnya anjing itu menjelma menjadi dewa Darna. Atas kejujuran Yudistira itulah akhirnya dewa Darma berkenan menghidupkan adik-adiknya kembali, mereka itu akhirnya masuk surga.
18.  Swargarohanaparwa
Menceritakan kehidupan Pandawa di surga. [8]


E.              Mahabarata di Indonesia
1.      Mempunyai pengaruh besar terhadap kepercayaan Indonesia lama di Jawa
a.       Pahlawan-pahlwan di dalam mahabarata diidentikan dengan roh nenek moyang bangsa Indonesia.
b.      Cerita Mahabarata dipergelarkan dengan wayang kulit, yang disebut wayang purwa.
c.       Tokoh-tokoh dalam wayang purwa menjadi polaerwatakan orang-orang Jawa.
d.      Untuk lakon Bharatayudha tidak dapat mendapatkan perhatian, karena menurut keperayaan orang-orang Jawa hanya membawa bencana saja.
2.      Oleh karena Mahabarata bukan hanya buku cerita saja dan juga dipandang sebagai itab agama, maka kita ini i Indonesia mendapat perhatian sepenuhnya, terbukti:
a.       Pada zaman pemerintahan Dharmawangsa sekitar tahun 1000 diadakan penyalinan bagian-bagian Mahabarata ke dalam bahasa Jawa-Kuna dalam bentuk prosa
b.      Episode-episode dalam Mahabarata banyak yang diubah menjadi kitab kekawin (=syair dalam bahasa Kawi dalam irama India), diantaranya:
1.         Arjuda Wiwaha
        Digubah oleh Empu Kanwa pada zaman pemerintahan Erlangga abad XI.Menceritakan Arjuna ketika bertapa dan dimintai tolong oleh paa dewa untuk membunuh raja raksasa bernama Niwatakawaca.
·            Dalam wayang dinamakan lakon Mintaraga.
·            Telah diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda oleh Drs.Purbacaraka yang kemudia diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Sanusi pane.
·            Telah dipahatkan dan menjadi hiasan candi-candi di Jawa timr, ialah : Candi Surawana, Candi Kedaton, Candi Jago atau Tumpang dan goa Salamangleng.
2.         Bharat-Yudha
Gubahan Empu Sedha pada zaman pemerintahan Prabu Jayabaya di Kediri (tahun 1135-1157), yang penyelesaianya dilanjutkan oleh Empu Panulah, menceritakan peperangan besar di kuru sietra antara Pandawa melawan Kurawa.
3.         Gathotkacasraya
        Digubah oleh empu Panuluh pada zaman pemerintahan Praujayakreta (diduga pengganti Jayabaya) di Kediri.Isinya menceritakan pertolongan Gatotkaca kepada Abimayu yang ingin mengawini Siti Sundari yang telah bertunangan dengan Laksana Kumara ( putera dari Hastina).
4.         Bhoma-Kawya
Bilamana dan olh siapa Kawya itu digubah tidak jelas. Drs.Vander Tuuk menyangkanya sejaman dengan kitab Semaradahana. Isinya meneceritakan peperangan antara prabu Kresna dengan sang Bromah.
c.       Dalam kesusastraan melayu, juga terdapat kitab-kitab yang berhubungan dengan kitab Mahabarata sebgai pengaruh kesusastraan Jawa, yaitu:
1.      Hikayat sang Bhoma ( Saduran dari Bhoma Kawya)
2.      Hikayat Pandhawa Lima atau hikayat panca kelima ( Saduran dari Gatotkacacasraya dan Arjuna Wiwaha).
3.      Hikayat perang pandawa jaya (Sanduran dari Bhaharata-Yudha)[9]


F.      Nilai-Nilai yang Terdapat dalam Mahabarata
1.      Setiap janji haruslah ditepati.Bhisma sedemikian erat hubungannya dengan ayahnya dan demi janjinya bersedia tidak akan kawin-kawin selama hayatnya.
2.      Sifat-sifat menghasut dan memecah belah seoperti seperti sifat Durma adalah sifat-sifat yang tidak baik. Bagaimanapun dia berusaha mempertahankan kebatilan namun kebatilan itu akan hancur juga.
3.      Janganlah bimbang dalam menghancurkan musuh-musuh yang sudah pasti melanggar kebenaran, karena kebenaran akan menang juga.
4.      Tabahlah dalam memperjuangkan cita-cita.
5.      Perjuangan menegakan kebenaran pasti menang, walaupun untuk itu diperlukan waktu yang cukup lama.
6.      Orang yang memperjuangkan kebaikan akan menerima balasan surga, sedangkan orang yang berbuat kejahatan akan menerima neraka (siksaan). [10]




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Cerita Mahabarata merupakan salah satu karya sastra yang diterjemahkan/ disadur ke dalam Bahasa Melayu/Indonesia. Pengarang cerita tersebut, sampai saat ini belum jelas, ada yang mengataan bahwa pengarangnya adalah Wyasa.Namun, ternyata Wyasa bukanlah penulis cerita tersebut, melainkan sebagai Compulator (pengumpul). Hikayat Mahabrata menceritakan silsilah keluaga Brahata dan rangkaian cerita-cerita Brahata yang berkisar antara Kurawa dan Pandawa di Kuru-Ksetra, karena merebutkan warisan berupa negara Hastina. Di dalamnya juga memuat ajaran-ajaran mengenai keagamaan, kesusilaan, hukum, filsafat, pahlawan, dsb.




B.     DAFTAR PUSTAKA
Soetarno.1982.Peristiwa sastra Melayu Lama.Surakarta:Widya Duta.
Hatta Bakar.1982.Sastra Nusantara.Jakarta Timur;Ghalia Indonesia.
Wirjosoedarmo,Soekarno.Sastra Indonesia Klasik.Surabaya;Sinar Wijaya.





[1] Soetarno,1982,Peristiwa sastra Melayu Lama,Surakarta:Widya Duta, hlm 50
[2]Soetarno.1982.Peristiwa sastra Melayu Lama.Surakarta:Widya Duta, hlm 76
[3] Hatta Bakar.1982.Sastra Nusantara.Jakarta Timur;Ghalia Indonesia, hlm 70
[4] Wirjosoedarmo,Soekarno.Sastra Indonesia Klasik.Surabaya;Sinar Wijaya,hlm 35
[5] Hatta Bakar.1982.Sastra Nusantara.Jakarta Timur;Ghalia Indonesia, hlm 70

[6]Hatta Bakar.1982.Sastra Nusantara.Jakarta Timur;Ghalia Indonesia, hlm 70-72

[7]Soetarno.1982.Peristiwa sastra Melayu Lama.Surakarta:Widya Duta, hlm 77

[8]Wirjosoedarmo,Soekarno.Sastra Indonesia Klasik.Surabaya;SinarWijaya,hlm 37-40

[9]  Soetarno.1982.Peristiwa sastra Melayu Lama.Surakarta:Widya Duta, hlm 80-82

[10] Hatta Bakar.1982.Sastra Nusantara.Jakarta Timur;Ghalia Indonesia, hlm 72